Select Language

~ [DR]~

‘Ferrari Luar Angkasa’ akan Tabrak Bumi

Sebuah satelit sains yang dijuluki ‘Ferrari of space’ (Ferrari luar angkasa) karena memiliki sirip yang ramping akan segera kehabisan bahan bakar dan menabrak Bumi setelah sukses menjalankan sebuah misi, ujar juru bicara Badan Antariksa Eropa (ESA). Satelit yang diluncurkan pada 2009 tersebut -- sebuah wahana antariksa berteknologi tinggi yang dirancang untuk memonitor gravitasi dan sirkulasi samudra -- kemungkinan akan kehabisan bahan bakar pada pertengahan Oktober mendatang, ujar manajer misi satelit itu kepada AFP pada 11 September lalu. Satelit Gravity Ocean Circulation Explorer (GOCE) mengorbit di ketinggian yang sangat rendah yakni hanya 260 km. Di ketinggian tersebut, masih terdapat molekul-molekul atmosfer. Untuk mengurangi hambatan, satelit ini memiliki bentuk segi delapan yang menyerupai anak panah dan dua sirip untuk memberikan kestabilan aerodinamis tambahan, berbeda dengan satelit berbentuk kotak yang beroperasi di ruang hampa udara. Satelit ini tetap melayang berkat adanya mesin ion yang beroperasi dengan stok 41 kilo bahan bakar dan kini jumlahnya turun menjadi sekitar dua kilo ujar Rune Floberghagen dari simposium ESA di Edinburgh, Skotlandia. "Situasinya kini sistem pendorong elektrik yang membuat wahana antariksa ini tetap terbang di ketinggian sangat rendah akan berhenti berfungsi antara akhir September dan awal November -- yang memiliki kemungkinan paling besar adalah periode pertengahan antara kedua bulan tersebut, sekitar 16 atau 17 Oktober,” ujar Rune Floberghagen. Sebagian besar dari wahana antariksa dengan panjang 5,3 meter ini akan hancur dan terbakar ketika meluncur di ketinggian 75-80 kilometer, ujar Rune Floberghagen. Menurut analisis mengenai jatuhnya satelit, sekitar 250 kilo dari satu ton massa Satelit Gravity Ocean Circulation Explorer itu akan tetap utuh ketika menabrak permukaan Bumi dengan “antara 40 dan 50 fragmen” tersebar lebih dari 900 kilometer, ujar Floberghagen. Saat ini masih belum bisa ditentukan di mana lokasi jatuhnya satelit karena tidak dapat dikendalikan, ujar Floberghagen. Ia menjelaskan bahwa baru pada 2008, setelah GOCE didesain dan dibangun, sebuah perjanjian internasional mengharuskan satelit penelitian memiliki pendorong yang memungkinkan penentuan lokasi jatuhnya satelit yang membuat pecahannya jatuh ke samudra, sehingga mengurangi risiko menimpa permukiman. “Satelit ini tidak sama seperti satelit lainnya yang tidak dapat dikontrol kejatuhannya. GOCE merupakan wahana antariksa yang amat kecil. Kita harus menempatkan hal ini ke dalam perspektif dan tidak mendramatisasi apa yang sedang terjadi di sini,” ujar Floberghagen. Ia menambahkan bahwa ESA memberikan nasihat kepada otoritas nasional mengenai kejadian tersebut. Floberghagen mengatakan bahwa bahan bakar satelit seharusnya dapat bertahan selama 20 bulan. Namun misi tersebut amat terbantu dengan aktivitas surya yang amat rendah dan juga mengurangi kepadatan molekul udara pada ketinggian tersebut. Sebagai dampaknya, misi yang menghabiskan dana 350 juta euro (setara Rp5,05 triliun) ini, setelah menghadapi sejumlah masalah, bertahan dua kali lipat lebih lama dari waktu yang dijadwalkan. “Semua orang merasa amat senang dengan misi ini, baik dalam hal kemampuan kami memonitor medan gravitasi Bumi, dan juga prestasi yang kami raih, kemampuan kami untuk memahami dan menggunakan wahana antariksa ini,” ujar Floberghagen. “Pencapaian dalam bidang ilmu pengetahuan ini amat luar biasa dan kami sudah mendemonstrasikan banyak teknologi baru,” ujar Floberghagen.
 

Sejumlah Ilmuwan Siapkan Cara Antisipasi Kiamat

LONDON - Para ilmuwan atau filsuf di Inggris berpikir bahwa peristiwa bencana bisa menghancurkan dunia. Mereka menyusun 'daftar hari kiamat' dari fenomena bencana yang bisa menimbulkan ancaman bagi peradaban dan bahkan mengakibatkan kepunahan spesies manusia. Dilansir Independent, Jumat (13/9/2013), ilmuwan terkemuka di negeri ratu Elizabeth ini telah mendirikan sebuah pusat untuk studi 'risiko eksistensial'. Perkumpulan ini bertujuan untuk menyajikan politisi dan publik terkait daftar bencana yang bisa mengancam masa depan dunia. Astronom Lord Rees memimpin inisiatif yang meliputi Stephen Hawking, ilmuwan 'kontroversial' dan kosmolog Cambridge serta Lord May, mantan kepala ilmuwan pemerintah. Para ilmuwan ini juga bergabung dengan filsuf Huw Price, ahli ekonomi Partha Dasgupta serta pakar evolusi genetika George Church. Dana awal dibantu oleh Jaan Tallinn, yang merupakan salah satu pendiri Skype. "Banyak ilmuwan khawatir bahwa perkembangan teknologi manusia dapat menimbulkan (masalah) baru, risiko tingkat kepunahan pada spesies (manusia) secara keseluruhan," ujar sumber dari website grup ilmuwan tersebut. Lord Rees dalam pidatonya di British Science Festival di Newcastle mengungkapkan, publik dan politisi memerlukan saran terbaik pada skenario berisiko rendah yang bisa menjadi kenyataan. Menurutnya, risiko tersebut bukan tidak mungkin akan berdampak kehancuran terhadap dunia. David Spiegelhalter, pakar risiko di Universitas Cambridge mengatakan, ketergantungan semakin meningkat pada teknologi dan pembentukan jaringan interkoneksi yang kompleks membuat masyarakat lebih rentan. "Keamanan energi juga merupakan masalah, karena kita mengimpor banyak bahan bakar dari luar negeri, sehingga konflik atas sumber daya di masa depan adalah mungkin," tambahnya. Cambridge Centre for the Study of Existential Risk merupakan koalisi para ahli. Lord Rees sebagai penggagas berharap akhir tahun ini mengumumkan pendanaan utama dan program yang lebih rinci terkait penelitian tentang skenario 'kiamat'. "Tujuan kami adalah untuk mengarahkan sebagian kecil dari sumber daya intelektual besar Cambridge," pungkasnya. Ia mengatakan, reputasi dibangun seiring berjalannya waktu dan kelompok ini mengemban tugas untuk memastikan bahwa manusia terus memiliki masa depan jangka panjang.
 

Cortana, "Teman" Baru Apple Siri dan Google Now

— Microsoft dikabarkan sedang mengembangkan sebuah asisten digital via suara ala Siri dan Google Now. Aplikasi tersebut dinamakan Cortana. Nama kode Cortana sendiri diambil dari tokoh karakter intelegensi buatan dari game Microsoft, Halo. Tokoh tersebut mampu mempelajari dan beradaptasi terhadap penggunanya. Aplikasi Cortana sendiri kabarnya akan hadir di semua platform Microsoft, seperti Windows Phone, Windows, dan Xbox One. Fungsinya mirip dengan Siri dan Google Now, yaitu pencarian dan juga perintah via suara pengguna. Selain itu, ia akan hadir dengan kemampuan yang lebih canggih. Sama dengan karakter Cortana dalam game Halo, Cortana yang dikembangkan oleh Microsoft ini juga akan dapat mempelajari tingkah laku penggunanya dan beradaptasi terhadapnya. Nantinya, kemampuan Cortana akan bergantung kepada teknologi dari layanan pencarian milik Microsoft, Bing. CEO Microsoft Steve Ballmer sebenarnya pernah memberikan petunjuk tentang kehadiran Cortana dalam sebuah memo kepada para karyawannya. "User interface kita akan dapat dipersonalisasi secara mendalam, berbasiskan pada kepintaran, nyaris magis, yang lebih maju di produk cloud kita yang akan mempelajari lebih dan lebih tentang orang-orang dan dunia," tulis Ballmer, seperti dikutip dari ZDNet, Jumat (13/9/2013). Sayangya, para konsumen yang penasaran akan aplikasi Cortana ini harus menunggu cukup lama untuk mencobanya. Menurut seorang eksekutif Microsoft, aplikasi ini baru akan hadir paling cepat tahun 2014.
 

Misteri Suara Bintang di Luar Angkasa

CALIFORNIA - National Aeronautics and Space Administration (NASA) resmi mengumumkan jika satelit atau probe Voyager 1 yang merupakan objek pertama buatannya telah keluar dari sistem tata surya setelah 36 tahun bergentayangan di luar angkasa. Badan antariksa Negeri Paman Sam itu mengonfirmasi keberadaannya di kejauhan 12 miliar mil atau sekira 19 miliar kilometer dari Matahari. Diperkirakan, Voyager 1 masih bergerak hingga 11 mil (sekira 17 kilometer) per detik. Pencapaian ini sangat mengesankan berbagai pihak, terlebih dengan memanfaatkan gravitasi Saturnus sebagai sebuah “ketapel” yang mempercepat probe melebih kecepatan awalnya. Untuk merayakan keberhasilannya, NASA Jet Propulsion Lab membuat video berdurasi pendek yang menjelaskan kilas balik perjalan pesawat luar angkasa bersama beberapa momen spesial lainnya. Klip dalam tautan ini juga menjelaskan bagaimana NASA bisa mengetahui bahwa Voyager berhasil keluar dari sistem tata surya. Di samping itu, dalam satu menit Anda juga bisa mendengar suara antar bintang di luar angkasa. Sekadar informasi, Voyager 1 tidak memiliki sensor plasma. Sehingga, para ilmuwan memerlukan cara khusus untuk menentukan lingkungan plasma pesawar luar angkasa yang diluncurkan pada 1977 tersebut. Terjadinya coronal mass ejection atau ledakan besar angin matahari serta medan magnet pada Maret tahun lalu, sedikit banyak telah memberikan data yang diperlukan para ilmuwan. Voyager 1 diperkirakan akan mengalami kehabisan energi pada 2020 dan sepenuhnya akan berhenti berfungsi pada 2025.
 

Date A Live

Date A Live
Ratatoskr

Eureka seveN

Eureka seveN

Pages - Menu

5

~

diooda